MAKALAH
PENDIDIK DALAM
PENDIDIKAN ISLAM
BESERTA
IMPLIKASINYA
Disusun
guna memenuhi tugas individu
pada mata
kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Disusun oleh:
Rudini
Harto
Nim
: 11.2.3.012
Tarbiyah
Pai 1, Semester 3
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) MANADO
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Seorang pendidik harus memenuhi syarat-syarat, Karena tanpa
memnuhi syarat-syarat tersebut, ibarat pendidik hanya mengandalkan nama saja,
dan ujung-ujungnya timbul berbagai masalah dalam proses belajar mengajar, seperti
tindakan kekerasan, tidak logis, dll. Bagi Anda yang ingin jadi pendidik,
seyogyanya mendalami profesionalisme
dan apa prasyarat yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik.
Pada zaman sekarang ini setiap lembaga pendidikan memerlukan
pendidikan yang berkualitas, sehingga masing-masing anak didik mendapat
pendidikan dari pendidikan tersebut, yang memiliki kepribadian yang berbeda.
Guru yang sekaligus sebagai pendidik disamping mengajar mempunyai pengaruh yang
besar terhadap anak didik, baik pengaruh itu disadari atau tidak oleh sebab itu
maka untuk menjadi seorang guru agama diperlukan adanya syarat-syarat yang
dapat membantu keberhasilan pendidikan
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi pendidik dalam
pendidikan Islam
2.
Bagaimana
Syarat-Syarat Pendidik Dalam Pendidikan Islam
3.
Apa Kedudukan Pendidik Dalam Pendidikan
Islam
4.
Sebutkan Tugas Pendidik Dalam Pendidikan
Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Dalam
konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu’allim,
mu’addib, mudarris, dan mursyid. menurut peristilahan yang dipakai dalam
pendidikan dalam konteks Islam, Kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri
dan mempunyai tugas masing-masing.
Murabbi adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar
mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak
menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
Mu’allim adalah orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya
sertamenjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan
praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi
serta implementasi.
Mu’addib adalah orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab
dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan
intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya
secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas
kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat , minat dan
kemampuannya.
Mursyid adalah orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi
diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta
didiknya[1]
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah
orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya
dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif
(rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab
member pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi
tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan
khalifah Allah SWT. Dan mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk social dan
sebagai makhluk individu yang mandiri.[2]
Pendidik pertama dan utama adalah orangtua sendiri. Mereka
berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya,
karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan, perhatian, dan
pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cermin atas kusuksesan
orangtua juga. Firman Allah SWT.
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka”. (QS. At-Tahrim: 6)
Pendidik disini adalah mereka yang memberikan pelajaran
peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. orangtua
sebagai pendidik pertama Dan utama terhadap anak-anaknya, tidak selamanya
memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain karena
kesibukan kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik
jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak lazimnya
dimasukkan ke dalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke lembaga
sekolah bukan berarti melepaskan tanggung jawab orangtua sebagai pendidik yang
pertama dan utama, tetapi orangtua tetap mempunyai saham yang besar dalam
membina dan mendidik anak kandungnya.
B.
Syarat-Syarat Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Pada zaman sekarang ini setiap lembaga pendidikan memerlukan
pendidikan yang berkualitas, sehingga masing-masing anak didik mendapat
pendidikan dari pendidikan tersebut, yang memiliki kepribadian yang berbeda.
Guru yang sekaligus sebagai pendidik disamping mengajar mempunyai pengaruh yang
besar terhadap anak didik, baik pengaruh itu disadari atau tidak oleh sebab itu
maka untuk menjadi seorang guru agama diperlukan adanya syarat-syarat yang
dapat membantu keberhasilan pendidikan.[3]
1.
Adapun
syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru adalah:
- Syarat formal
- Syarat material
- Syarat non formal.
d.
Selengkapnya
akan diuraikan sebagai berikut :
a.
Syarat-Syarat
Formal
1)
Mempunyai
ijazah guru
2)
Harus
sehat jasmani dan rohani
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas agar menjadi guru agama
yang baik, seorang guru harus mempunyai ijazah, sebab dengan begitu ia telah
memiliki ilmu pengetahuan tentang keguruan. Disamping itu juga seorang guru
harus sehat jasmani dan rohani sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik.
b.
Syarat Material
Yang dimaksud dengan syarat material yaitu:
1)
Menguasai
ilmu yang diajarkan
2)
Mengerti
ilmu jiwa
3)
Mengerti
ilmu dedaktif dan metodik.·
Dari pendapat tersebut diatas, maka dapat penulis jelaskan
bahwa setiap guru harus menguasai ilmu yang diajarkan, sebab hal itu dapat
mempengaruhi pada penampilan guru dalam mengajar. Disamping itu menguasai bahan
pelajaran tersebut. akan dapat menambah kesungguhan dan kecintaan terhadap
tugas yang dilakukan sehingga pelajaran yang diajarkan tidak bersifat dangkal.
Hal ini sebagaimana dijelaskan berikut ini:
"Seorang guru harus sanggup menguasai bahan pelajaran
yang diberikan serta memperdalam pengetahuan tentang itu, sehingga janganlah
pelajaran yang diberikan itu bersifat dangkal, tidak melepaskan dahaga dan
tidak mengenyangkan lapar". Selain
hal tersebut diatas, seorang guru harus mengerti karakteristik kepribadian anak
didiknya, seorang guru harus menguasai ilmu dedaktik dan metodik dengan
menguasai ilmu ini seorang guru dapat menyampaikan bahan pelajaran dengan baik
dan mengajarkannya dapat didasarkan atas prinsip kegiatan menyampaaikan bahan
pelajaran, sebagaimana Surayal berikut: [4]
"Dengan mengerti ilmu dedaktik seorang guru dapat
mengerti cara siasat (strategi) menyampaikan bahan pelajaran tertarik dari
suatu mata pelajaran agar siswa dapat mengetahui, menguasai dan mempergunakan
bahan pelajaran tersebut dan memahami ilmu metodik berarti ilmu mengajar yang
didasarkan atas prinsip-prinsip kegiatan menyampaikan bahan pelajaran dimiliki
oleh siswa.·
c.
Syarat Non Formal
1)
Memiliki
loyalitas pada pemerintah
2)
Berakhlak
mulia, taat melakukan ajaran agama
3)
Mempunyai
dedikasi terhadap tugas sebagai guru
4)
Pemaaf
5)
Harus
peka terhadap tabiat murid
6)
Harus
mempunyai sifat terbuka.
Berdasarkan pendapat diatas, maka disini penuli mencoba
menjelaskan syarat-syarat ini, setiap guru harus loyal terhadap pemerintah
yaitu dalam arti guru harus berkepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan
Pancasila. Demikian juga seorang guru agama, harus berakhlak mulia serta taat
menjalankan ajaran-ajaran agama, karena tinglah laku guru harus mencerminkan
tingkah laku yang berbudi luhur, terutama guru agama.
Syaikh Ahmad Ar Rifai mengungkapkan, bahwa seseorang bisa
dianggap sah untuk dijadikan sebagai pendidik dalam pendidikan Islam apabila
memenuhi dua kriteria berikut :
1. Alim yaitu mengetahui betul tentang
segala ajaran dan syariahnya Nabi Muhammad SAW., sehingga ia akan mampu
mentransformasikan ilmu yang komprehenshif tidak setengah-setengah.
2. Adil riwayat yaitu tidak pernah
mengerjakan satupun dosa besar dan mengekalkan dosa kecil, seorang pendidik
tidak boleh fasik sebab pendidik tidak hanya bertugas mentransformasikan ilmu
kepada anak dididiknya namun juga pendidik harus mampu menjadi contoh dan suri
tauladan bagi seluruh peserta didiknya. Di khawatirkan ketika seorang pendidik
adalah orang fasik atau orang bodoh, maka bukan hidayah yang diterima ank didik
namun justru pemahaman-pemahaman yang keliru yang berujung pada kesesatan[5]
C.
Kedudukan Pendidik Dalam Pendidikan
Islam
Pendidik adalah spiritual father (bapak rohani), bagi
peserta didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak
mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidik
memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa Hadits disebutkan: “Jadilah engkau
sebagai guru, atau pelajar atau pendengar atau pecinta, dan Janganlah engkau
menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Dalam Hadits Nabi
SAW yang lain: “Tinta seorang ilmuwan (yang menjadi guru) lebi berharga
ketimbang darah para syuhada”. Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat
dengan derajat seorang Rasul. Al-Syawki bersyair:
“Berdiri
dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja
merupakan seorang Rasul”.
Al-Ghazali menukil beberapa Hadits
Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang
besar yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun (perhatikan
QS. At-Taubah:122).
Tidak
sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antar mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk member peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.
Selanjutnya Al-Ghazali menukil dari
perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita segala
zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya
keilmiahannya. Andaikata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti
binatang, sebab: pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat
kebinatangan (baik binatang buas maupun binatang jinak)kepada
sifat insaniyah dan ilahiyah[6]
D.
Tugas Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan,
membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk
mendekatkan diri kepada-Nya.
Dalam paradigma Jawa , pendidik diidentikan dengan (gu dan
ru) yang berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya)
karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki
wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru
(di ikuti) karena guru mempunyai kepribadian yang utuh, yang karenanya segala
tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta
didiknya.
Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan
atau mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi
pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan
perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat
disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Sebagai instruksional (pengajar),
yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang
telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program
dilakukan.
2. Sebagai educator (pendidik), yang
mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring
dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
3. Sebagai managerial (pemimpin), yang
memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang
terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan,
pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program
pendidikan yang dilakukan.[7]
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai
seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa:
1. Kegairahan dan kesediaan untuk
mengajar seperti memerhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan
peserta didik.
2. Membangkitkan gairah peserta didik
3. Menumbuhkan bakat dan sikap peserta
didik yang baik
4. Mengatur proses belajar mengajar
yang baik
5. Memperhatikan perubahan-perubahan kecendrungan
yang mempengaruhi proses mengajar
6. Adanya hubungan manusiawi dalam
proses belajar mengajar.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pendapat tersebut diatas, maka dapat penulis jelaskan
bahwa setiap guru harus menguasai ilmu yang diajarkan, sebab hal itu dapat mempengaruhi
pada penampilan guru dalam mengajar. Disamping itu menguasai bahan pelajaran
tersebut. akan dapat menambah kesungguhan dan kecintaan terhadap tugas yang
dilakukan sehingga pelajaran yang diajarkan tidak bersifat dangkal.
Hal
ini sebagaimana dijelaskan berikut ini:
"Seorang guru harus sanggup menguasai bahan pelajaran
yang diberikan serta memperdalam pengetahuan tentang itu, sehingga janganlah
pelajaran yang diberikan itu bersifat dangkal, tidak melepaskan dahaga dan
tidak mengenyangkan lapar". Selain hal
tersebut diatas, seorang guru harus mengerti karakteristik kepribadian anak
didiknya, seorang guru harus menguasai ilmu dedaktik dan metodik dengan
menguasai ilmu ini seorang guru dapat menyampaikan bahan pelajaran dengan baik
dan mengajarkannya dapat didasarkan atas prinsip kegiatan menyampaaikan bahan
pelajaran, sebagaimana Surayal berikut:
"Dengan mengerti ilmu dedaktik seorang guru dapat
mengerti cara siasat (strategi) menyampaikan bahan pelajaran tertarik dari
suatu mata pelajaran agar siswa dapat mengetahui, menguasai dan mempergunakan
bahan pelajaran tersebut dan memahami ilmu metodik berarti ilmu mengajar yang
didasarkan atas prinsip-prinsip kegiatan menyampaikan bahan pelajaran dimiliki
oleh siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Abrasyi, al, Athiyah. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam,
Terjemahan, Bustami A. Ghani. Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Abrasyi, al, Athiyah. Dasar-Dasar
Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
B,
Suryosubrata. Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, Jakarta: Bina Aksara,
1983.
Departemen
Agama R.I, Proyek Peningkatan Pada Sekolah Umum, Buku Pedoman Guru Agama Islam,
Jakarta: 1982
Direktorat Jenderal Pembinaan Agama
Islam, Bahan Penataran Guru Agama Islam, Jakarta: 1981.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan
dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.
[1]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 74-75.
[2]Suryosubrata B., Beberapa Aspek
Dasar Kependidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), h.26
[3]Ahmad Tafsir, Op.cit., h.75
[4]Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar
Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 70
[5]Departeman
Agama R.I, Proyek Peningkatan Pada Sekolah Umum, Buku Pedoman Guru Agama Islam, (Jakarta,
1982), hal. 43
[6]Direktorat Jenderal Pembinaan Agama
Islam, Bahan Penataran Guru Agama Islam, (Jakarta, 1981), hal. 159
[7]M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar
Pokok Pendidikan Islam, Terjemahan, Bustami A. Ghani,, (Jakarta: Bulan Bintang,
1987), h. 135-136
Tidak ada komentar:
Posting Komentar