Rabu, 25 September 2013

PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM BESERTA IMPLIKASINYA (MATA KULIAH IPI)



MAKALAH
PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
BESERTA IMPLIKASINYA
Disusun guna memenuhi tugas individu
pada mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Disusun oleh:
Rudini Harto
Nim : 11.2.3.012
Tarbiyah Pai 1, Semester 3

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) MANADO
2012









BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang

Seorang pendidik harus memenuhi syarat-syarat, Karena tanpa memnuhi syarat-syarat tersebut, ibarat pendidik hanya mengandalkan nama saja, dan ujung-ujungnya timbul berbagai masalah dalam proses belajar mengajar, seperti tindakan kekerasan, tidak logis, dll. Bagi Anda yang ingin jadi pendidik, seyogyanya mendalami profesionalisme dan apa prasyarat yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik.
Pada zaman sekarang ini setiap lembaga pendidikan memerlukan pendidikan yang berkualitas, sehingga masing-masing anak didik mendapat pendidikan dari pendidikan tersebut, yang memiliki kepribadian yang berbeda. Guru yang sekaligus sebagai pendidik disamping mengajar mempunyai pengaruh yang besar terhadap anak didik, baik pengaruh itu disadari atau tidak oleh sebab itu maka untuk menjadi seorang guru agama diperlukan adanya syarat-syarat yang dapat membantu keberhasilan pendidikan

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana definisi pendidik dalam pendidikan Islam
2.     Bagaimana Syarat-Syarat Pendidik Dalam Pendidikan Islam
3.      Apa Kedudukan Pendidik Dalam Pendidikan Islam
4.      Sebutkan Tugas Pendidik Dalam Pendidikan Islam



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Definisi Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid. menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, Kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
Murabbi adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
Mu’allim adalah orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya sertamenjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
Mu’addib adalah orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat , minat dan kemampuannya.
Mursyid adalah orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya[1]
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab member pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang mandiri.[2]
Pendidik pertama dan utama adalah orangtua sendiri. Mereka berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan, perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cermin atas kusuksesan orangtua juga. Firman Allah SWT.
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS. At-Tahrim: 6)
Pendidik disini adalah mereka yang memberikan pelajaran peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. orangtua sebagai pendidik pertama Dan utama terhadap anak-anaknya, tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan berarti melepaskan tanggung jawab orangtua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orangtua tetap mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak kandungnya.
B.       Syarat-Syarat Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Pada zaman sekarang ini setiap lembaga pendidikan memerlukan pendidikan yang berkualitas, sehingga masing-masing anak didik mendapat pendidikan dari pendidikan tersebut, yang memiliki kepribadian yang berbeda. Guru yang sekaligus sebagai pendidik disamping mengajar mempunyai pengaruh yang besar terhadap anak didik, baik pengaruh itu disadari atau tidak oleh sebab itu maka untuk menjadi seorang guru agama diperlukan adanya syarat-syarat yang dapat membantu keberhasilan pendidikan.[3]
1.      Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru adalah:
  1. Syarat formal
  2. Syarat material
  3. Syarat non formal.
d.       Selengkapnya akan diuraikan sebagai berikut :
a.        Syarat-Syarat Formal
1)       Mempunyai ijazah guru
2)       Harus sehat jasmani dan rohani
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas agar menjadi guru agama yang baik, seorang guru harus mempunyai ijazah, sebab dengan begitu ia telah memiliki ilmu pengetahuan tentang keguruan. Disamping itu juga seorang guru harus sehat jasmani dan rohani sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
b.      Syarat Material
Yang dimaksud dengan syarat material yaitu:
1)       Menguasai ilmu yang diajarkan
2)       Mengerti ilmu jiwa
3)       Mengerti ilmu dedaktif dan metodik.·
Dari pendapat tersebut diatas, maka dapat penulis jelaskan bahwa setiap guru harus menguasai ilmu yang diajarkan, sebab hal itu dapat mempengaruhi pada penampilan guru dalam mengajar. Disamping itu menguasai bahan pelajaran tersebut. akan dapat menambah kesungguhan dan kecintaan terhadap tugas yang dilakukan sehingga pelajaran yang diajarkan tidak bersifat dangkal.
Hal ini sebagaimana dijelaskan berikut ini:
"Seorang guru harus sanggup menguasai bahan pelajaran yang diberikan serta memperdalam pengetahuan tentang itu, sehingga janganlah pelajaran yang diberikan itu bersifat dangkal, tidak melepaskan dahaga dan tidak mengenyangkan lapar". Selain hal tersebut diatas, seorang guru harus mengerti karakteristik kepribadian anak didiknya, seorang guru harus menguasai ilmu dedaktik dan metodik dengan menguasai ilmu ini seorang guru dapat menyampaikan bahan pelajaran dengan baik dan mengajarkannya dapat didasarkan atas prinsip kegiatan menyampaaikan bahan pelajaran, sebagaimana Surayal berikut: [4]
"Dengan mengerti ilmu dedaktik seorang guru dapat mengerti cara siasat (strategi) menyampaikan bahan pelajaran tertarik dari suatu mata pelajaran agar siswa dapat mengetahui, menguasai dan mempergunakan bahan pelajaran tersebut dan memahami ilmu metodik berarti ilmu mengajar yang didasarkan atas prinsip-prinsip kegiatan menyampaikan bahan pelajaran dimiliki oleh siswa.·
c.     Syarat Non Formal
1)       Memiliki loyalitas pada pemerintah
2)       Berakhlak mulia, taat melakukan ajaran agama
3)       Mempunyai dedikasi terhadap tugas sebagai guru
4)       Pemaaf
5)       Harus peka terhadap tabiat murid
6)       Harus mempunyai sifat terbuka.
Berdasarkan pendapat diatas, maka disini penuli mencoba menjelaskan syarat-syarat ini, setiap guru harus loyal terhadap pemerintah yaitu dalam arti guru harus berkepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Demikian juga seorang guru agama, harus berakhlak mulia serta taat menjalankan ajaran-ajaran agama, karena tinglah laku guru harus mencerminkan tingkah laku yang berbudi luhur, terutama guru agama.
Syaikh Ahmad Ar Rifai mengungkapkan, bahwa seseorang bisa dianggap sah untuk dijadikan sebagai pendidik dalam pendidikan Islam apabila memenuhi dua kriteria berikut :
1.    Alim yaitu mengetahui betul tentang segala ajaran dan syariahnya Nabi Muhammad SAW., sehingga ia akan mampu mentransformasikan ilmu yang komprehenshif tidak setengah-setengah.
2.    Adil riwayat yaitu tidak pernah mengerjakan satupun dosa besar dan mengekalkan dosa kecil, seorang pendidik tidak boleh fasik sebab pendidik tidak hanya bertugas mentransformasikan ilmu kepada anak dididiknya namun juga pendidik harus mampu menjadi contoh dan suri tauladan bagi seluruh peserta didiknya. Di khawatirkan ketika seorang pendidik adalah orang fasik atau orang bodoh, maka bukan hidayah yang diterima ank didik namun justru pemahaman-pemahaman yang keliru yang berujung pada kesesatan[5]

C.       Kedudukan Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Pendidik adalah spiritual father (bapak rohani), bagi peserta didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidik memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa Hadits disebutkan: “Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar atau pendengar atau pecinta, dan Janganlah engkau menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Dalam Hadits Nabi SAW yang lain: “Tinta seorang ilmuwan (yang menjadi guru) lebi berharga ketimbang darah para syuhada”. Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul. Al-Syawki bersyair:
“Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul”.
Al-Ghazali menukil beberapa Hadits Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun (perhatikan QS. At-Taubah:122).



Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antar mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk member peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya. Andaikata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab: pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas maupun binatang jinak)kepada sifat insaniyah dan ilahiyah[6]
                                                                                                                                  
D.      Tugas Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Dalam paradigma Jawa , pendidik diidentikan dengan (gu dan ru) yang berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (di ikuti) karena guru mempunyai kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya.
Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan atau mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1.    Sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2.    Sebagai educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
3.    Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.[7]
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa:
1.    Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan peserta didik.
2.    Membangkitkan gairah peserta didik
3.    Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik
4.    Mengatur proses belajar mengajar yang baik
5.    Memperhatikan perubahan-perubahan kecendrungan yang mempengaruhi proses mengajar
6.    Adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.













BAB III
KESIMPULAN
Dari pendapat tersebut diatas, maka dapat penulis jelaskan bahwa setiap guru harus menguasai ilmu yang diajarkan, sebab hal itu dapat mempengaruhi pada penampilan guru dalam mengajar. Disamping itu menguasai bahan pelajaran tersebut. akan dapat menambah kesungguhan dan kecintaan terhadap tugas yang dilakukan sehingga pelajaran yang diajarkan tidak bersifat dangkal.
Hal ini sebagaimana dijelaskan berikut ini:
"Seorang guru harus sanggup menguasai bahan pelajaran yang diberikan serta memperdalam pengetahuan tentang itu, sehingga janganlah pelajaran yang diberikan itu bersifat dangkal, tidak melepaskan dahaga dan tidak mengenyangkan lapar". Selain hal tersebut diatas, seorang guru harus mengerti karakteristik kepribadian anak didiknya, seorang guru harus menguasai ilmu dedaktik dan metodik dengan menguasai ilmu ini seorang guru dapat menyampaikan bahan pelajaran dengan baik dan mengajarkannya dapat didasarkan atas prinsip kegiatan menyampaaikan bahan pelajaran, sebagaimana Surayal berikut:
"Dengan mengerti ilmu dedaktik seorang guru dapat mengerti cara siasat (strategi) menyampaikan bahan pelajaran tertarik dari suatu mata pelajaran agar siswa dapat mengetahui, menguasai dan mempergunakan bahan pelajaran tersebut dan memahami ilmu metodik berarti ilmu mengajar yang didasarkan atas prinsip-prinsip kegiatan menyampaikan bahan pelajaran dimiliki oleh siswa.



DAFTAR PUSTAKA
Abrasyi, al, Athiyah. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terjemahan, Bustami A. Ghani. Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Abrasyi, al, Athiyah. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
B, Suryosubrata. Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1983.
Departemen Agama R.I, Proyek Peningkatan Pada Sekolah Umum, Buku Pedoman Guru Agama Islam, Jakarta: 1982
Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam, Bahan Penataran Guru Agama Islam, Jakarta: 1981.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.








[1]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 74-75.

[2]Suryosubrata B., Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), h.26

[3]Ahmad Tafsir, Op.cit., h.75

[4]Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 70

 [5]Departeman Agama R.I, Proyek Peningkatan Pada Sekolah Umum, Buku Pedoman Guru Agama Islam, (Jakarta, 1982), hal. 43

[6]Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam, Bahan Penataran Guru Agama Islam, (Jakarta, 1981), hal. 159

[7]M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terjemahan, Bustami A. Ghani,, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 135-136

Tidak ada komentar:

Posting Komentar