HARTA
(Pengertian, Kedudukan, Fungsinya dan
Persfektif Ajaran Islam)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih
II
Kelompok
I
Disusun oleh:
1.
Rudini Harto (Nim, 11.2.3.012)
Tarbiyah,
Pai 1, Semester V

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) MANADO
2013
BAB I
LATAR
BELAKANG
A. PENDAHULUAN
Harta dalam bahasa Arab disebut al-amaal yang
berasal dari kata مَالَ - يَمِيْلُ
- مَ يْلاَ yang berarti condong, cenderung, dan miring.
Harta menurut syariat: segala sesuatu yang bernilai, bisa
dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan yang menurut syariat yang berupa (benda dan
manfaatnya).
Harta menurut ulama: sesuatu yang berwujud dan dapat
dipegang dalam penggunaan dan manfaat pada waktu yang diperlukan.
Al-Qur’an menyebut kata
al-mal (harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan berulang-ulang terhadap
sesuatu di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perhatian khusus dan penting
terhadap sesuatu itu. Harta merupakan bagian penting dari kehidupan yang tidak
dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam kehidupannya terutama di
dalam Islam.
Islam memandang
keinginan manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta sebagai
sesuatu yang lazim, dan urgen. Harta diperoleh, dimiliki, dan dimanfaatkan manusia
untuk memenuhi hajat hidupnya, baik bersifat materi maupun non materi. Manusia
berusaha sesuai dengan naluri dan kecenderungan untuk mendapatkan harta.
Al-Qur’an
memandang harta sebagai sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada
Khaliq-Nya, bukan tujuan utama yang dicari dalam kehidupan. Dengan keberadaan
harta, manusia diharapkan memiliki sikap derma yang memperkokoh sifat
kemanusiannya. Jika sikap derma ini berkembang, maka akan mengantarkan manusia
kepada derajat yang mulia, baik di sisi Tuhan maupun terhadap sesam manusia.
Oleh karena
itu, harta dalam perspektif Al-Qur’an sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut
dalam makalah ini baik dalam hubungannya kepada sang Khaliq, maupun harta yang
bersifat materi maupun non materi.
Harta merupakan
komponen pokok dalam kehidupan manusia, unsur dlaruri yang tidak urg
ditinggalkan begitu saja. Dengan harta, manusia dapat memenuhi segala
kebutuhannya, baik yang bersifat materi atau immateri. Dalam kerangka memenuhi
kebutuhan tersebut, terjadilah hubungan horizontal antarmanusia (mu’amalah),
karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna dan dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri, akan tetapi saling membutuhkan dan terkait dengan manusia
lainnya.
Dalam konteks
tersebut, harta hadir sebagai objek transaksi, harta urg dijadikan objek dalam
transaksi jual beli, sewa-menyewa, partnership (kontrak kerja sama), atau
transaksi ekonomi lainnya. Selain itu, dilihat dari karakteristik dasarnya
(nature), harta juga urg dijadikan sebagai objek kepemilikan, kecuali terdapat urge
yang menghalanginya.
Dalam makalah ini akan
dijelaskan tentang harta, meliputi definisi, fungsi, kedudukan, dan harta dalam
perspektif Islam
B. RUMUSAN MASALAH
a. Pengertian harta
b. Kedudukan harta
c. Fungsi harta
d. Harta dalam perspektif Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Harta
Dalam istilah ilmu fiqih, dinyatakan oleh kalangan Hanafiyah
bahwa harta itu adalah sesuatu yang digandrungi oleh tabiat manusia dan mungkin
disimpan untuk digunakan saat dibutuhkan. Namun harta tersebut tidak akan
bernilai kecuali bila dibolehkan menggunakannya secara syariat.[1]
Sedangkan Menurut Wahbah Zuhaili (1989, IV, hal, 40), secara urgerc, al
maal didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat mendatangkan
ketenangan, dan urg dimiliki oleh manusia dengan sebuah upaya (fi’il),
baik sesuatu itu berupa dzat (materi) seperti; urger, lamera digital, hewan
ternak, tumbuhan, dan lainnya. Atau pun berupa manfaat, seperti, kendaraan,
atau pin tempat tinggal.[2]
Harta di dalam bahasa Arab disebut al-mal
atau jamaknya al-amwal (Munawir, 1984). Harta (al-mal)
menurut kamus Al-Muhith tulisan Al Fairuz Abadi, adalah ma malaktahu min
kulli syai (segala sesuatu yang engkau punyai). Menurut istilah syar’i
harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang
legal menurut urge syara’ (urge Islam) seperti jual beli, pinjaman, konsumsi
dan hibah atau pemberian (An-Nabhani, 1990). Di dalam Al Quran, kata al mal
dengan berbagai bentuknya disebut 87 kali yang terdapat dalam 79 ayat dalam 38
surat. Berdasarkan pengertian tersebut, harta meliputi segala sesuatu yang
digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi)[3],
seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil
perkebunan, hasil perikan-lautan, dan pakaian termasuk dalam katagori al
amwal. Islam sebagai agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak
lebih dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia.
B.
Kedudukan Harta
Sikap Islam terhadap harta merupakan bagian dari sikapnya
terhadap kehidupan dunia. Sikap Islam terhadap dunia adalah sikap pertengahan
yang seimbang. Materi atau harta dalam pandangan Islam adalah sebagai jalan,
bukan satu-satunya tujuan, dan bukan sebagai sebab yang dapat menjelaskan semua
kejadian-kejadian. Maka disan kewajiban itu lebih dipentingkan daripada materi.
Tetapi materi menjadi jalan untuk merealisir sebagai kebutuhan-kebutuhan dan
manfaat-manfaat yang tidak cukup bagi manusia, yaitu dalam pelayanan seseorang
kepada hal yang bersifat materi, yang tidak bertentangan dengan kemaslahatan
umum, tanpa berbuat dhalim dan berlebihan.
Harta yang baik adalah harta jika diperoleh dari yang halal
dan digunakan pada tempatnya. Harta menurut pandangan Islam adalah kebaikan
bukan suatu keburukan. Oleh karena itu harta tersebut tidaklah tercela menurut
pandangan Islam dan Karen itu pula Allah rela memberikan harta itu kepada
hamba-Nya. Dan kekayaan adalah suatu nikmat dari Allah sehingga Allah SWT. Telah
memberikan pula beberapa kenikmatan kepada Rasul-Nya berupa kekayaan.
Pandangan Islam terhadap harta adalah pandangan yang tegas
dan bijaksana, karena Allah SWT. Menjadikan harta sebagai hak milik-Nya,
kemudian harta ini diberikan kepada orang yang dikehendakinya untuk
dibelanjakan pada jalan Allah.
Adapun pemeliharaan manusia terhadap harta yang telah banyak
dijelaskan dalam al-Qur’an adalah sebagai pemeliharaan nisbi, yaitu hanya
sebagai wakil dan pemegang saja, yang mana pada dahirnya sebagai pemilik,
tetapi pada hakikatnya adalah sebagai penerima yang bertanggung jawab dalam
perhitungnnya. Sedangkan sebagai pemilik yang hakiki adalah terbebas dari
hitungan.
Pada al-Qur’an surat al-Kahfi: 46 dan an-Nisa: 14 dijelaskan
bahwa kebutuhan manusia atau kesenangan manusia terhadap harta sama dengan
kebutuhan manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak
dan keturunan. Jadi, kebutuhan manusia terhadap harta adalah kebutuhan yang
mendasar.
Berkenaan dengan harta didalam al-Qur’an dijelaskan juga
larangan-larangan yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal ini
meliputi: produksi, distribusi dan konsumsi harta:
a.
Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia
b.
Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau
keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga.
c.
Penimbunan harta dengan jalan kikir
d.
Aktivitas yang merupakan pemborosan
e.
Memproduksi, memeperdagangkan, dan mengkonsumsi barang-barang terlarang seperti
narkotika dan minuman keras.
Kaidah
ushul fiqh menyatakan bahwa “Asal atau pokok dalam masalah transaksi mu’amalah
adalah sah, sampai ada dalil yang membatalakan dan yang mengharamkannya”.
C.
Fungsi Harta
Fungsi harta bagi manusia sangat banyak. Harta dapat
menunjang kegiatan manusia, baik dalam kegiatan yang baik maupun yang buruk.
Oleh karena itu, manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Tidak
jarang dengan memakai beragam cara yang dilarang syara’ dan urge urge, atau
ketetapan yang disepakati oleh manusia.
Biasanya cara memperoleh harta, akan berpengaruh terhadap
fungsi harta. Seperti orang yang memperoleh harta dengan mencuri, ia
memfungsikan harta tersebut untuk kesenangna semata, seperti mabuk, bermain
wanita, judi, dan lain-lain. Sebaliknya, orang yang mencari harta dengan cara
yang halal, biasanya memfungsikan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat.
Dalam pembahasan ini, akan dikemukakan fungsi harta yang
sesuai dengan syara’, antara lain untuk:
1.
Kesempurnaan ibadah mahdhah, seperti shalat memerlukan kain untuk menutup
aurat.
2.
Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, sebagai
kefakiran mendekatkan kepada kekufuran.
3.
Meneruskan estafeta kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi lemah (QS.
An-Nisaa’:9).
4.
Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat, Rasulullah SAW. Bersabda:
مَاأَكَلَ أَحَدٌطَعَامًاقَطٌّ
خَيْرًامِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَاِنَّ نَبِيَّ اللهِ
( دَاوٗدَكَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ (رواه البخارى عن المقدام بن
معد يكرب
Artinya:
“tidaklah seseorang
itu makan walaupun sedikit yang lebih baik daripada makanan yang ia hasilkan
dari keringatnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah, Daud, telah makan dari hasil
keringatnya sendiri” (HR. Bukhari dari Miqdam bin Madi Kariba)
Dalam hadist lain dinyatakan:
لَيْسَ بِخَيْرِكُمْ مَنْ تَرَكَ
الدُنْيَالاِٰخِرَتِهِ وَلاَاٰخِرَتَهُ لِدُنْيَاهُ
( حَتَّى يُصِيْبَ مِنْهُمَاجَمِيْعًافَاِنَّ الدُّنْيَابَلاَغٌ إِلَى اْلاٰخِرَةِ ( رواه البخارى
Artinya:
“bukanlah orang yang
baik bagi mereka, yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah akhirat, dan
meninggalkan masalah akhirat untuk urusan dunia, melainkan seimbang di antara
keduanya, karena masalah dunia dapat menyampaikan manusia kepada masalah
akhirat” (HR. Bukhari)
5.
Bekal mencari dan mengembangkan ilmu.
6.
Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya yang
memberikan pekerjaan kepada orang miskin.
7.
Untuk memutarkan peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan
tuan.
8.
Untuk menumbuhkan silaturrahim.[4]
D.
Pandangan Islam Memandang Harta
Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai
berikut:
5) Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka
bumi ini adalah ALLAH SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas
untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya
(#qãZÏB#uä
«!$$Î/
¾Ï&Î!qßuur
(#qà)ÏÿRr&ur
$£JÏB
/ä3n=yèy_
tûüÏÿn=øÜtGó¡B
ÏmÏù
( tûïÏ%©!$$sù
(#qãZtB#uä
óOä3ZÏB
(#qà)xÿRr&ur
öNçlm;
Öô_r&
×Î7x.
ÇÐÈ
Artinya
:
“Berimanlah
kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang
Allah Telah menjadikan kamu menguasainya[1456]. Maka orang-orang yang beriman
di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang
besar”. (QS Al_Hadiid: 7).[5]
[1456] yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah
penguasaan yang bukan secara mutlak. Hak milik pada hakikatnya adalah pada
Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut urge-hukum yang Telah
disyariatkan Allah. Karena itu tidaklah boleh kikir dan boros.
Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah
bersabda: “Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang
empat hal: usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan,
hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk
apa dipergunakan”.
2)
Status harta yang dimiliki manusia adlah sebagai berikut:[6]
a. Harta sebagai amanah (titipan)
dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu
mengadakan benda dari tiada.
b. Harta sebagai perhiasan hidup
yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak
berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta sering
menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.(Al-Alaq: 6-7).
c. Harta sebgai ujian keimanan.
Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai
dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28).
d. Harta sebagai bekal ibadah,
yakni untuk melaksankan perintahNyadan melaksanakan muamalah si antara sesama
manusia, melalui zakat, infak, dan sedekah.(at-Taubah :41,60;
* (#þqããÍ$yur
4n<Î)
;otÏÿøótB
`ÏiB
öNà6În/§
>p¨Yy_ur
$ygàÊótã
ßNºuq»yJ¡¡9$#
ÞÚöF{$#ur
ôN£Ïãé&
tûüÉ)GßJù=Ï9
ÇÊÌÌÈ
tûïÏ%©!$#
tbqà)ÏÿZã
Îû
Ïä!#§£9$#
Ïä!#§Ø9$#ur
tûüÏJÏà»x6ø9$#ur
xáøtóø9$#
tûüÏù$yèø9$#ur
Ç`tã
Ĩ$¨Y9$#
3 ª!$#ur
=Ïtä
úüÏZÅ¡ósßJø9$#
ÇÊÌÍÈ
Artinya
:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada urge yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Q.s Ali Imran: 133-134).[7]
3)
Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal)
ataua mata pencaharian (Ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya.
$ygr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä
(#qà)ÏÿRr&
`ÏB
ÏM»t6ÍhsÛ
$tB
óOçFö;|¡2
!$£JÏBur
$oYô_t÷zr&
Nä3s9
z`ÏiB
ÇÚöF{$#
( wur
(#qßJ£Jus?
y]Î7yø9$#
çm÷ZÏB
tbqà)ÏÿYè?
NçGó¡s9ur
ÏmÉÏ{$t«Î/
HwÎ)
br&
(#qàÒÏJøóè?
ÏmÏù
4 (#þqßJn=ôã$#ur
¨br&
©!$#
;ÓÍ_xî
îÏJym
ÇËÏÐÈ
Artinya
:
“Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. Dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji”. (Q.s.
Al-Baqarah:267).[8]
Dalam
sebuah Hadits di katakana :
“Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja.
Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka
sama dengan mujahid di jalan Allah”. (HR Ahmad).
4)
Dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang
melupakan mati (at-Takatsur:1-2), melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH
(al-Munafiqun:9), melupakan sholat dan zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan
kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7).
!$¨B
uä!$sùr&
ª!$#
4n?tã
¾Ï&Î!qßu
ô`ÏB
È@÷dr&
3tà)ø9$#
¬Tsù
ÉAqß§=Ï9ur
Ï%Î!ur
4n1öà)ø9$#
4yJ»tGuø9$#ur
ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur
Èûøó$#ur
È@Î6¡¡9$#
ös1
w tbqä3t
P's!rß
tû÷üt/
Ïä!$uÏYøîF{$#
öNä3ZÏB
4 !$tBur
ãNä39s?#uä
ãAqß§9$#
çnräãsù
$tBur
öNä39pktX
çm÷Ytã
(#qßgtFR$$sù
4 (#qà)¨?$#ur
©!$#
( ¨bÎ)
©!$#
ßÏx©
É>$s)Ïèø9$#
ÇÐÈ
Artinya
:
“Apa
saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta
benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk
rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang
dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya
saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. Dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (Q.s. Al-Hasyr: 7).[9]
5)
Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui
kegiatan riba (al-Baqarah: 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram
(al-maidah :90-91), mencuri merampok (al-Maidah :38), curang dalam takaran dan
timbangan (al-Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara yang batil dan merugikan
(al-Baqarah:188), dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur
(#þqãèsÜø%$$sù
$yJßgtÏ÷r&
Lä!#ty_
$yJÎ/
$t7|¡x.
Wx»s3tR
z`ÏiB
«!$#
3 ª!$#ur
îÍtã
ÒOÅ3ym
ÇÌÑÈ
Artinya
:
“Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Al-Maidah :38)[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa harta meliputi segala
sesuatu yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi) seperti
uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan,
hasil perikan-lautan, dan pakaian termasuk dalam katagori al amwal. Islam
sebagai agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak lebih dari sekedar
anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia. Oleh karena itu, di dalam
Islam terdapat etika di dalam memperoleh harta dengan bekerja. Dalam artian,
terdapat keseimbangan usaha manusia dalam mendapatkan materi agar sesuai dengan
harapan yang dicita-citakan sebagai khalifah di bumi.keseimbangan
tersebut baik terhadap Tuhan,.
Harta
adalah sesuatu yang dibutuhkan dan di peroleh manusia,baik berupa benda yang
tampak seperti mas perak maupun yang tidak tampak yakni manfaat seperti
pakaian,tempat tinggal. Sehingga persoalan harta dimasukkan kedalam salah satu
lima keperluan pokok yang diatur oleh Al-Qur’an dan as-sunah. Adapun fungsi
harta diantaranya kesempurnaan ibadah mahdzah,memelihara dan meningkatkan
keimanan dan serta menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan
pembagian harta di bagi menjadi delapan bagian.
DAFTAR
PUSTAKA
Suhendi,
Hendri, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2002)
Q.s Ali Imran: 133-134
Q.s. Al-Baqarah:267
QS Al_Hadiid: 7
Prof. Dr. Abdullah al-Mushlih,
Prof. Dr. Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi keuangan Islam, Darul
Haq, (Jakarta:2004)
Ensklopedi Indonesia (Bandung:
PT Van Hoeve,tt)
[1] Abdullah al-Mushlih, Shalah
Ash-Shawi, Fikih Ekonomi keuangan Islam, Darul Haq, (Jakarta:2004),
hlm 73
[3] Ensklopedi Indonesia (Bandung:
PT Van Hoeve,tt)
[4] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002), hlm. 29
[6]
http://nabela.blogdetik.com/islamic-economic/kedudukan-harta-dalam-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar