ADAB
TERHADAP TETANGGA
Disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah
HADITS TARBAWIH
Disusun oleh:
RUDINI MADJIRUNG
NIM : 11.2.3.012
TARBIYAH, PAI 1, SEMESTER 5
Dosen pembimbing:
MUSDALIFAH DACHRUD, M.Si

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI
(STAIN) MANADO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama
Islam adalah agama fithroh yang memperhatikan hak-hak yang berhubungan dengan
asasi seseorang atau masyarakat. Agama yang mengatur hubungan hamba dengan
Rabbnya dan hubungan antar hamba dengan keserasian dan keselarasan yang
sempurna. Di antara hubungan antar hamba yang diatur dan diperhatikan Islam
adalah hubungan bertetangga, karena hubungan bertetangga termasuk hubungan
kemasyarakatan yang penting yang dapat menghasilkan rasa saling cinta, kasih
sayang dan persaudaraan antar mereka.
Yang
dinamakan tetangga bukan hanya mencakup seorang muslim dan seorang kafir,
tetapi juga seorang ahli ibadah dan seorang fasik, teman dan musuh, orang asing
dan orang senegeri, orang yang bisa memberi manfaat dan orang yang memberi
madharat, orang dekat dan orang jauh serta yang paling dekat dengan
rumahnya dan paling jauh.[1]
Bertangga
adalah bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa ditolak. Sebab manusia
memang tidak semata-mata makhluk individu, tetapi juga makhluk sosial. Satu
sama lain harus bermitra dalam mencapai kebaikan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka disini saya dapat mengambil beberapa permasalahn
diantaranya :
Apa itu tetangga?
Apa saja yang menjadi hak tetangga?
Bagaiana wasiat tetangga dalam
islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Tetangga
Kata Al Jaar (tetangga) dalam bahasa Arab berarti orang
yang bersebelahan denganmu. Ibnu Mandzur berkata: “الجِوَار , الْمُجَاوَرَة dan الْجَارُ bermakna orang yang bersebelahan
denganmu. Bentuk pluralnya أَجْوَارٌ , جِيْرَةٌ
dan جِيْرَانٌ”. Sedang secara istilah syar’i
bermakna orang yang bersebelahan secara syar’i baik dia seorang muslim atau
kafir, baik atau jahat, teman atau musuh, berbuat baik atau jelek, bermanfaat
atau merugikan dan kerabat atau bukan.
Tetangga memiliki tingkatan, sebagiannya lebih tinggi dari
sebagian yang lainnya, bertambah dan berkurang sesuai dengan kedekatan dan
kejauhannya, kekerabatan, agama dan ketakwaannya serta yang sejenisnya.
Tetangga adalah: orang-orang yang rumahnya berdekatan. Dan
yang paling dekat di antara mereka adalah tetangga yang paling berhak
mendapatkan kebaikan dan pemuliaan. Allah
Ta’ala berfirman:
“Dan berbuat baiklah
kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.”
(An-Nisa’: 36)
Allah
memerintahkan untuk berbuat baik dengan tetangga yang dekat maupun tetangga
yang jauh.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
((مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ
وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ، فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ))
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaklah ia memuliakan tetangganya.“[2]
Beliau
juga bersabda:
((إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً،
فَأَكْثِرْ مَاءَهَا، وَتَعَاهَدْ جِيْرَانَكَ))
“Jika engkau memasak kuah, perbanyaklah airnya dan
bagikanlah kepada para tetanggamu.”[3]
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
((وَمَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِي
بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ))
“Dan Malaikat Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku (untuk
berbuat baik) dengan tetangga, hingga aku mengira bahwa dia akan menjadikan
tetangga mempunyai hak waris.”[4]
Beliau
juga bersabda:
(وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ وَاللهِ لاَ
يُؤْمِنُ وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ) قِيْلَ: مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: (الَّذِي
لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ)
“Demi Allah dia tidak beriman, demi Allah dia tidak beriman,
demi Allah dia tidak beriman….” Ada yang bertanya: “Siapakah wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab: “Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.”[5]
Yakni dari kejelekannya dan kerusakannya.
Dan nash-nash lain yang menunjukkan untuk perhatian terhadap
tetangga, perintah berbuat baik kepadanya, dan anjuran untuk memuliakannya.
Jika tetangga itu muslim dan juga kerabat, maka ia mempunyai
tiga hak: hak Islam, hak kekerabatan, dan hak tetangga.
Jika dia seorang kerabat sekaligus tetangga (bukan muslim),
maka dia berhak mendapat dua hak saja: hak kerabat dan hak tetangga.
Jika dia seorang muslim bukan kerabat dan tetangga, maka dia
mendapat dua hak saja: hak islam dan hak tetangga.
Jika dia adalah tetangga yang kafir, maka dia mendapat satu
hak saja, yaitu hak tetangga.
Adapun batasannya masih diperselisihkan para ulama, di
antara pendapat mereka adalah:
1. Batasan tetangga yang
mu’tabar adalah 40 rumah dari semua arah.[6]
2. sepuluh rumah dari semua
arah.
3. orang yang mendengar azan
adalah tetangga.[7]
4. tetangga adalah yang
menempel dan bersebelahan saja.
5. batasannya adalah mereka
yang disatukan oleh satu masjid.
Yang lebih kuat, insya Allah, batasannya kembali kepada adat
yang berlaku. Apa yang menurut adat adalah tetangga maka itulah tetangga. Wallahu
A’lam.
Dengan demikian jelaslah tetangga rumah adalah bentuk yang
paling jelas dari hakikat tetangga, akan tetapi pengertian tetangga tidak hanya
terbatas pada hal itu saja bahkan lebih luas lagi. Karena dianggap tetangga
juga tetangga di pertokoan, pasar, lahan pertanian, tempat belajar dan
tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya ketetanggaan. Demikian juga teman
perjalanan karena mereka saling bertetanggaan baik tempat atau badan dan setiap
mereka memiliki kewajiban menunaikan hak tetangganya.
Anjuran
memuliakan tetangga.
Berikut
diantara dalil-dalil yang menganjurkan untuk memuliakan tetangga :[8]
- Dari Aisyah Radhiallahu ‘anha, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda :
ما زال جبريل يوصيني بالجار حتى ظننت
أنه سيورثه
“
Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku agar memperhatikan tetangga
sehingga aku mengira bahwa dia mendapatkan warisan.” (HR. Bukhori 5555)
- Dari Suroih Al-Adawi Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda :
مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ
فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari pembalasan maka muliakan tetangganya.” (HR. Bukhori 5560 )
Jadilah
engkau tetangga yang baik![9]
Seorang
muslim haruslah berusaha menjadi tetangga yang baik. Janganlah seorang muslim
malah menjadi ancaman bagi tetangganya, baik tetangganya tersebut muslim
ataupun kafir, kaya ataupun miskin, tua atau pun muda, sesuku ataupun berbeda
suku. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda :
لا يدخل الجنة
من لا يأمن
جاره بوائقه
“Tidak
masuk surga orang yang apabila tetangganya tidak merasa aman dari
kejahatannya.” (HR. Bukhori 66)
Wahai
saudariku, penuhilah hak-hak tetanggamu dan berbuat baiklah kepada mereka !
Jika
tetanggamu yang muslim merupakan kerabatmu maka penuhilah haknya sebagai
kerabat, hak sesama mulim, dan hak sebagai tetangga.
Jika
tetanggamu seorang muslim maka penuhilah haknya senagai sesama muslim dan hak
sebagai tetanga.
Jika
tetanggamu adalah orang kafir maka penuhi haknya sebagai tetangga.
Ketahuilah
saudariku, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda :
وخير
الجيران عند
الله خيرهم لجاره
“ …dan
sebaik baik tetangga disisi Allah ialah orang yang paling baik kepada
tetangganya.” (HR.
Tirmidzi 1867 dishahihkan al-Albani Silsilah Shohihah 1/211)
Bagaimana
seharusnya bergaul dengan tetangga?
- Tetangga yang baik hendaknya menjaga kehormatandan harta tetangganya.
Imam
Ahmad meriwayatkan dari al-Miqdad bin al-aswad radhiallahu ‘anhu, ia
mengatakn bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda kepada
para sahabatnya: “Apa pendapat kalian tentang zina?” Para sahabat [10]menjawab
: “Perbuatan terlarang yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan hal itu
akan tetap haram hingga hari kiamat.” Beliau Shalallahu ‘alaihi waSalam
bersabda :
لأن يزني
الرجل بعشرة نسوة
أيسر عليه من
أن يزني بامرأة
جاره
“Seorang
yang berzina dengan sepuluh orang wanita lebih ringan dosanya daripada ia
berzina dengan istri tetangganya.” Lalu beliau bertanya : “Apa pendapat kalian tentang
mencuri?” Mereka menjawab:” Perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya, dan akan tetap haram hingga hari kiamat.” Beliau bersabda:
لأن يسرق
الرجل من عشرة
أبيات أيسر عليه
من أن يسرق
من جاره
“Seseorang
yang mencuri disepuluh rumah,lebih ringan dosanya dari pada mencuri dirumah
tetangganya.”
( HR. Imam ahmad 23905)
- Tetangga yang baik hendaknya memenuhi hak-hak tetangganya yang muslim.
Dari
Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam
bersabda :
حق المسلم
على المسلم ست
: إذا لقيته فسلم
عليه وإذا دعاك
فأجبه وإذا استنصحك
فانصح له وإذا
عطس فحمد الله
فسمته وإذا مرض
فعده وإذا مات
فاتبعه
“Hak
muslim terhadap muslim yang lain ada enam, apabila engkau bertemu dengannya
hendaklah engkau mengucapkan salam kepadanya, apabila dia mengundangmu maka
penuhi undangannya, apabila ia meminta nasehat kepadamu maka berilah nasihat kepadanya,
apabila ia bersin kemudian dia memuji Allah makadoakan dia dengan mengucapkan “
yarhakumullah”, apabila dia sakit maka jenguklah, apabila dia meningggal maka
iringi jenazahnya.”
(HR. Muslim, 2162)
- Menutupi aib tetangganya.
Dari
Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
waSalam bersabda :
من ستر
مسلما ستره الله
في الدنيا والآخرة
- Menjauhkan perkara yang dapat menggangu ketenangan saudaranya.
Dari
Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam
bersabda :
مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ
فَلاَ يُؤْذِى جَارَهُ
“Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari Pembalasan maka jangan mengganggu
tetangganya.”
(HR. Bukhori, 5559 )
- Membalas kejelekan dengan kebaikan.
وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ
لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
“…
serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapatkan
tempat kesudahan (yang baik).” ( QS. Al-Ro’du : 13 :22 )
- Memberi makanan pada tetangga terutama kepada yang miskin.
Dari
Abu Dzar Radhiallahu ‘anhu sesungguhnya kholilku Shalallahu ‘alaihi
waSalam berwasiat kepadaku;
إذا طبخت
مرقا فأكثر ماءه
ثم انظر أهل
بيت من جيرانك
فأصبهم منها بمعروف
“Apabila
kamu memasak kuah, maka perbanyak airnya, lalu lihatlah keluarga rumah tetangamu,
lalu berilah mereka sewajarnya.” (HR. Muslim : 4759 )
Dari
Umar Radhiallahu ‘anhu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam
bersabda :
لا يشبع
الرجل دون جاره
“Tidak
boleh kenyang seseorang sedangkan tetangganya kelaparan.” (HR. Imam Ahmad 367. Semua rawinya
kuat. Liht Musnad Umar bin Khotthob yang terakhir )
- Jika tetangga kafir, berbuat baik dilakukan dengan cara memberi hadiah, menjenguknya bila sakit, menasehatinya, mengajaknya agar masuk islam dan menunaikan haknya yang lain.
- Jika tetangga ahli bid’ah dengan tidak mendatangi undangannya yang bid’ah, tidak membantu kebid’ahannya, menasehati dengan baik, menyeru agar kembali kepada Sunnah dan menunaikan hak tetangga yang lainnya.
B.
Wasiat
Islam Terhadap Tetangga
مَا
زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“Jibril
senantiasa berwasiat kepadaku dengan tetangga sehingga aku menyangka tetangga
tersebut akan mewarisinya.”[11]
Hadits yang agung ini menunjukkan urgensi dan kedudukan
tetangga dalam Islam. Tetangga memiliki kedudukan arti penting dan hak-hak yang
harus diperhatikan setiap muslim. Sehingga dengan demikian konsep Islam sebagai
rahmat untuk alam semesta dapat direalisasikan dan dirasakan oleh setiap
manusia.
Islam telah berwasiat untuk memuliakan tetangga dan menjaga
hak-haknya, bahkan Allah menyambung hak tetangga dengan ibadah dan tauhid-Nya
serta berbuat bakti kepada kedua orang tua, anak yatim dan kerabat, sebagaimana
firman-Nya:
* (#rßç6ôã$#ur ©!$# wur (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur Ï 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷r& 3 ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä `tB tb%2 Zw$tFøèC #·qãsù ÇÌÏÈ
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil
dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
dan membangga-banggakan diri.” (QS. Annisaa’: 36)
Hal ini menunjukkan wasiat dengan tetangga tersebut meliputi
penjagaan, berbuat baik kepadanya, tidak berbuat jahat dan mengganggunya,
selalu bertanya tentang keadaannya dan memberikan kebaikan kepadanya. Ini semua
adalah bentuk perhatian dan motivasi syariat dalam menjaga dan menunaikan
hak-hak mereka. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menetapkan pelanggaran kehormatan tetangga sebagai salah satu dosa terbesar
dalam sabdanya ketika ditanya:
Dosa
apa yang terbesar di sisi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “Menjadikan sekutu tandingan Allah, padahal Allah yang
menciptakanmu.” Saya (Ibnu Mas’ud) bertanya: “Kemudian apa?” beliau menjawab:
“Kemudian membunuh anakmu karena khawatir dia makan bersamamu” lalu saya
bertanya lagi: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Berzina dengan istri
tetanggamu.”[12]
C. Hak-Hak Tetangga
Telah jelas tetangga memiliki hak
yang besar dan kedudukan yang tinggi dalam islam. Hak-hak mereka kalau dirinci
akan sangat banyak sekali, akan tetapi semuanya dapat dikembalikan kepada empat
hak yaitu:
Pertama, berbuat baik (ihsan) kepada
mereka.
Berbuat baik dalam segala sesuatu adalah karakteristik
islam, demikian juga pada tetangga. Imam Al Marwazi meriwayatkan dari Al Hasan
Al Bashriy pernyataan beliau: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik
kepada tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas
gangguannya.” Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Sebaik-baiknya
sahabat di sisi Allah adalah yang paling baik kepada sahabatnya. Dan
sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik pada tetangganya.”[13]
Di antara ihsan kepada tetangga adalah memuliakannya. Sikap
ini menjadi salah satu tanda kesempurnaan iman seorang muslim.Di antara bentuk
ihsan yang lainnya adalah ta’ziyah ketika mereka mendapat musibah, mengucapkan
selamat ketika mendapat kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit, memulai salam
dan bermuka manis ketika bertemu dengannya dan membantu membimbingnya kepada
hal-hal yang bermanfaat dunia akhirat serta memberi mereka hadiah. Aisyah radhiallahu
‘anha bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai
Rasulullah saya memiliki dua tetangga lalu kepada siapa dari keduanya aku
memberi hadiah? Beliau menjawab: kepada yang pintunya paling dekat kepadamu.”[14]
Kedua, sabar menghadapi gangguan
tetangga.
Ini adalah hak kedua untuk tetangga yang berhubungan erat
dengan yang pertama dan menjadi penyempurnanya. Hal ini dilakukan dengan
memaafkan kesalahan dan perbuatan jelek mereka, khususnya kesalahan yang tidak
disengaja atau sudah dia sesali kejadiannya. Hasan Al Bashri berkata: “Tidak
mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik
terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.” Sebagian ulama berkata: “Kesempurnaan
berbuat baik kepada tetangga ada pada empat hal, (1) senang dan bahagia dengan
apa yang dimilikinya, (2) Tidak tamak untuk memiliki apa yang dimilikinya, (3)
Mencegah gangguan darinya, (4) Bersabar dari gangguannya.”
Ketiga, menjaga dan memelihara tetangga.
Imam Ibnu Abi Jamroh berkata: “Menjaga tetangga termasuk
kesempurnaan iman. Orang jahiliyah dahulu sangat menjaga hal ini dan
melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan memberikan beraneka ragam kebaikan
sesuai kemampuan; seperti hadiah, salam, muka manis ketika bertemu, membantu
memenuhi kebutuhan mereka, menahan sebab-sebab yang mengganggu mereka dengan
segala macamnya baik jasmani atau maknawi. Apalagi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah meniadakan iman dari orang yang selalu mengganggu
tetangganya. Ini merupakan ungkapan tegas yang mengisyaratkan besarnya hak
tetangga dan mengganggunya termasuk dosa besar.”
Keempat, tidak mengganggu tetangga.
Telah dijelaskan di atas akan kedudukan tetangga yang tinggi
dan hak-haknya terjaga dalam islam. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memperingatkan dengan keras upaya mengganggu tetangga,
sebagaimana dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak
demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah
tidak beriman mereka bertanya: siapakah itu wahai Rasulullah beliau menjawab:
orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.” (HR. Bukhori)
Demikian
juga dalam hadits yang lain beliau bersabda:
“Siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah mengganggu
tetangganya.”
BAB III
PENUTUP
A.
kesimpulan
Demikianlah besarnya hak tetangga yang terkadang kurang kita
perhatikan, padahal demikian besar dan pentingnya bagi kehidupan seorang muslim
dalam bermasyarakat. Oleh karena itu marilah kita perbaiki kehidupan kita
dengan takwa dan iman sehingga kita dapat mencapai kemuliaan dan kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
Baik siapapun tetangga tersebut. Yang lebih dekat, dia lebih
berhak. Dan termasuk perkara yang disayangkan, sebagian orang sekarang ini
berbuat buruk kepada tetangga lebih daripada kejelekan mereka kepada yang
lainnya. Sehingga engkau mendapatinya melampaui batas terhadap tetangganya
dengan mengambil sebagian hak miliknya dan juga dengan membuatnya gelisah. Para
ulama ahli fiqih –rahimahumullah- telah menyebutkan pada akhir bab ash-shulhu
sedikit tentang hukum-hukum bertetangga, silahkan engkau mengeceknya.
DAFTAR PUSTAKA
Risalah
ilal Jaar (Riyadh: Dar Ibnu Khuzaimah)
Shahih. HR. Al-Bukhari 6019 dan Muslim 48.
Shahih. Muslim 2625.
Shahih.
HR. Al-Bukhari 6014, 6015 dan Muslim 2624.
Shahih. HR. Al-Bukhari 6016.
Hal
ini disampaikan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha, Azzuhri dan Al Auzaa’i.
Hal
ini disampaikan oleh imam Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu.
Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, Hafidzahmad Ibn ‘Alii Ibn Hajar Al
Atsqalani. Daar Ibn Jauzii,Al Qaahra.
Terjemah Shahih Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 2, Team
Ahli Tafsir Dibawah Pengawasan Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri,Pustaka
Ibnu Katsir, Bogor.
Tuntunan Praktis Berqurban ,Al Furqon edisi 4 th. Ke 71428/207,. (dengan sedikit
perubahan)
Al Bukhari dalam Shohih-nya,
kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar no. 6014
HR.
Bukhori no. 4389, 6354 dan 6978
HR.Turmudzi
no:1944
Al Bukhari dalam Shohih-nya,
kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar no. 6014
[1] Risalah ilal Jaar (Riyadh:
Dar Ibnu Khuzaimah)
[6] Hal ini disampaikan oleh Aisyah radhiallahu
‘anha, Azzuhri dan Al Auzaa’i.
[7] Hal ini disampaikan oleh imam
Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu.
[8] Bulughul
Maram Min Adillatil Ahkam, Hafidzahmad Ibn ‘Alii Ibn Hajar Al
Atsqalani. Daar Ibn Jauzii,Al Qaahra.
[9] Terjemah
Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Team Ahli Tafsir Dibawah
Pengawasan Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri,Pustaka Ibnu Katsir, Bogor.
[11] Al Bukhari dalam Shohih-nya,
kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar no. 6014
[12] HR. Bukhori no. 4389, 6354 dan
6978
[13] HR.Turmudzi no:1944
[14] Al Bukhari dalam Shohih-nya,
kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar no. 6014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar