Senin, 04 November 2013

ADAB TERHADAP TETANGGA



ADAB  TERHADAP TETANGGA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
HADITS TARBAWIH
Disusun oleh:
RUDINI MADJIRUNG
NIM : 11.2.3.012
TARBIYAH, PAI 1, SEMESTER 5
Dosen pembimbing:
MUSDALIFAH DACHRUD, M.Si
Description: stain-manado.png
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) MANADO
2013






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Agama Islam adalah agama fithroh yang memperhatikan hak-hak yang berhubungan dengan asasi seseorang atau masyarakat. Agama yang mengatur hubungan hamba dengan Rabbnya dan hubungan antar hamba dengan keserasian dan keselarasan yang sempurna. Di antara hubungan antar hamba yang diatur dan diperhatikan Islam adalah hubungan bertetangga, karena hubungan bertetangga termasuk hubungan kemasyarakatan yang penting yang dapat menghasilkan rasa saling cinta, kasih sayang dan persaudaraan antar mereka.
Yang dinamakan tetangga bukan hanya mencakup seorang muslim dan seorang kafir, tetapi juga seorang ahli ibadah dan seorang fasik, teman dan musuh, orang asing dan orang senegeri, orang yang bisa memberi manfaat dan orang yang memberi madharat, orang dekat dan orang jauh serta yang paling dekat dengan rumahnya dan paling jauh.[1]
Bertangga adalah bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa ditolak. Sebab manusia memang tidak semata-mata makhluk individu, tetapi juga makhluk sosial. Satu sama lain harus bermitra dalam mencapai kebaikan.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka disini saya dapat mengambil beberapa permasalahn diantaranya :
Apa itu tetangga?
Apa saja yang menjadi hak tetangga?
Bagaiana wasiat tetangga dalam islam?






BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tetangga                                         
Kata Al Jaar (tetangga) dalam bahasa Arab berarti orang yang bersebelahan denganmu. Ibnu Mandzur berkata: “الجِوَار , الْمُجَاوَرَة dan الْجَارُ bermakna orang yang bersebelahan denganmu. Bentuk pluralnya أَجْوَارٌ , جِيْرَةٌ dan جِيْرَانٌ”. Sedang secara istilah syar’i bermakna orang yang bersebelahan secara syar’i baik dia seorang muslim atau kafir, baik atau jahat, teman atau musuh, berbuat baik atau jelek, bermanfaat atau merugikan dan kerabat atau bukan.
Tetangga memiliki tingkatan, sebagiannya lebih tinggi dari sebagian yang lainnya, bertambah dan berkurang sesuai dengan kedekatan dan kejauhannya, kekerabatan, agama dan ketakwaannya serta yang sejenisnya.
Tetangga adalah: orang-orang yang rumahnya berdekatan. Dan yang paling dekat di antara mereka adalah tetangga yang paling berhak mendapatkan kebaikan dan pemuliaan.  Allah Ta’ala berfirman:
 “Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa’: 36)
Allah memerintahkan untuk berbuat baik dengan tetangga yang dekat maupun tetangga yang jauh.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
((مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ، فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ))
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya.[2]
Beliau juga bersabda:
((إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً، فَأَكْثِرْ مَاءَهَا، وَتَعَاهَدْ جِيْرَانَكَ))
“Jika engkau memasak kuah, perbanyaklah airnya dan bagikanlah kepada para tetanggamu.”[3]
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
((وَمَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ))
“Dan Malaikat Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku (untuk berbuat baik) dengan tetangga, hingga aku mengira bahwa dia akan menjadikan tetangga mempunyai hak waris.”[4]
Beliau juga bersabda:
(وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ) قِيْلَ: مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: (الَّذِي لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ)
“Demi Allah dia tidak beriman, demi Allah dia tidak beriman, demi Allah dia tidak beriman….” Ada yang bertanya: “Siapakah wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.”[5] Yakni dari kejelekannya dan kerusakannya.
Dan nash-nash lain yang menunjukkan untuk perhatian terhadap tetangga, perintah berbuat baik kepadanya, dan anjuran untuk memuliakannya.
Jika tetangga itu muslim dan juga kerabat, maka ia mempunyai tiga hak: hak Islam, hak kekerabatan, dan hak tetangga.
Jika dia seorang kerabat sekaligus tetangga (bukan muslim), maka dia berhak mendapat dua hak saja: hak kerabat dan hak tetangga.
Jika dia seorang muslim bukan kerabat dan tetangga, maka dia mendapat dua hak saja: hak islam dan hak tetangga.
Jika dia adalah tetangga yang kafir, maka dia mendapat satu hak saja, yaitu hak tetangga.
Adapun batasannya masih diperselisihkan para ulama, di antara pendapat mereka adalah:       
1.      Batasan tetangga yang mu’tabar adalah 40 rumah dari semua arah.[6]
2.      sepuluh rumah dari semua arah.
3.      orang yang mendengar azan adalah tetangga.[7]
4.      tetangga adalah yang menempel dan bersebelahan saja.
5.      batasannya adalah mereka yang disatukan oleh satu masjid.
Yang lebih kuat, insya Allah, batasannya kembali kepada adat yang berlaku. Apa yang menurut adat adalah tetangga maka itulah tetangga. Wallahu A’lam.
Dengan demikian jelaslah tetangga rumah adalah bentuk yang paling jelas dari hakikat tetangga, akan tetapi pengertian tetangga tidak hanya terbatas pada hal itu saja bahkan lebih luas lagi. Karena dianggap tetangga juga tetangga di pertokoan, pasar, lahan pertanian, tempat belajar dan tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya ketetanggaan. Demikian juga teman perjalanan karena mereka saling bertetanggaan baik tempat atau badan dan setiap mereka memiliki kewajiban menunaikan hak tetangganya.

Anjuran memuliakan tetangga.
Berikut diantara dalil-dalil yang menganjurkan untuk memuliakan tetangga :[8]
  • Dari Aisyah Radhiallahu ‘anha, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda :
ما زال جبريل يوصيني بالجار حتى ظننت أنه سيورثه
“ Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku agar memperhatikan tetangga sehingga aku mengira bahwa dia mendapatkan warisan.” (HR. Bukhori 5555)
  • Dari Suroih Al-Adawi Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari pembalasan maka muliakan tetangganya.” (HR. Bukhori 5560 )
Jadilah engkau tetangga yang baik![9]
Seorang muslim haruslah berusaha menjadi tetangga yang baik. Janganlah seorang muslim malah menjadi ancaman bagi tetangganya, baik tetangganya tersebut muslim ataupun kafir, kaya ataupun miskin, tua atau pun muda, sesuku ataupun berbeda suku. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda :
لا يدخل الجنة من لا يأمن جاره بوائقه
Tidak masuk surga orang yang apabila tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya.” (HR. Bukhori 66)
Wahai saudariku, penuhilah hak-hak tetanggamu dan berbuat baiklah kepada mereka !
Jika tetanggamu yang muslim merupakan kerabatmu maka penuhilah haknya sebagai kerabat, hak sesama mulim, dan hak sebagai tetangga.
Jika tetanggamu seorang muslim maka penuhilah haknya senagai sesama muslim dan hak sebagai tetanga.
Jika tetanggamu adalah orang kafir maka penuhi haknya sebagai tetangga.
Ketahuilah saudariku, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda :
وخير الجيران عند الله خيرهم لجاره
“ …dan sebaik baik tetangga disisi Allah ialah orang yang paling baik kepada tetangganya.” (HR. Tirmidzi 1867 dishahihkan al-Albani Silsilah Shohihah 1/211)
Bagaimana seharusnya bergaul dengan tetangga?
  • Tetangga yang baik hendaknya menjaga kehormatandan harta tetangganya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari al-Miqdad bin al-aswad  radhiallahu ‘anhu, ia mengatakn bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda kepada para sahabatnya: “Apa pendapat kalian tentang zina?” Para sahabat [10]menjawab : “Perbuatan terlarang yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan hal itu akan tetap haram hingga hari kiamat.” Beliau Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda :
لأن يزني الرجل بعشرة نسوة أيسر عليه من أن يزني بامرأة جاره
“Seorang yang berzina dengan sepuluh orang wanita lebih ringan dosanya daripada ia berzina dengan istri tetangganya.” Lalu beliau bertanya : “Apa pendapat kalian tentang mencuri?” Mereka menjawab:” Perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan akan tetap haram hingga hari kiamat.” Beliau bersabda:
لأن يسرق الرجل من عشرة أبيات أيسر عليه من أن يسرق من جاره
“Seseorang yang mencuri disepuluh rumah,lebih ringan dosanya dari pada mencuri dirumah tetangganya.” ( HR. Imam ahmad 23905)
  • Tetangga yang baik hendaknya memenuhi hak-hak tetangganya yang muslim.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda :
حق المسلم على المسلم ست : إذا لقيته فسلم عليه وإذا دعاك فأجبه وإذا استنصحك فانصح له وإذا عطس فحمد الله فسمته وإذا مرض فعده وإذا مات فاتبعه
“Hak muslim terhadap muslim yang lain ada enam, apabila engkau bertemu dengannya hendaklah engkau mengucapkan salam kepadanya, apabila dia mengundangmu maka penuhi undangannya, apabila ia meminta nasehat kepadamu maka berilah nasihat kepadanya, apabila ia bersin kemudian dia memuji Allah makadoakan dia dengan mengucapkan “ yarhakumullah”, apabila dia sakit maka jenguklah, apabila dia meningggal maka iringi jenazahnya.” (HR. Muslim, 2162)
  • Menutupi aib tetangganya.
Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda :
من ستر مسلما ستره الله في الدنيا والآخرة
  • Menjauhkan perkara yang dapat menggangu ketenangan saudaranya.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِى جَارَهُ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Pembalasan maka jangan mengganggu tetangganya.” (HR. Bukhori, 5559 )
  • Membalas kejelekan dengan kebaikan.
وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
“… serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapatkan tempat kesudahan (yang baik).” ( QS. Al-Ro’du : 13 :22 )
  • Memberi makanan pada tetangga terutama kepada yang miskin.
Dari Abu Dzar Radhiallahu ‘anhu sesungguhnya kholilku Shalallahu ‘alaihi waSalam berwasiat kepadaku;
إذا طبخت مرقا فأكثر ماءه ثم انظر أهل بيت من جيرانك فأصبهم منها بمعروف
“Apabila kamu memasak kuah, maka perbanyak airnya, lalu lihatlah keluarga rumah tetangamu, lalu berilah mereka sewajarnya.” (HR. Muslim : 4759 )
Dari Umar Radhiallahu ‘anhu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi waSalam bersabda :
لا يشبع الرجل دون جاره
“Tidak boleh kenyang seseorang sedangkan tetangganya kelaparan.” (HR. Imam Ahmad 367. Semua rawinya kuat. Liht Musnad Umar bin Khotthob yang terakhir )
  • Jika tetangga kafir, berbuat baik dilakukan dengan cara memberi hadiah, menjenguknya bila sakit, menasehatinya, mengajaknya agar masuk islam dan menunaikan haknya yang lain.
  • Jika tetangga ahli bid’ah dengan tidak mendatangi undangannya yang bid’ah, tidak membantu kebid’ahannya, menasehati dengan baik, menyeru agar kembali kepada Sunnah dan menunaikan hak tetangga yang lainnya.


B.     Wasiat Islam Terhadap Tetangga

مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku dengan tetangga sehingga aku menyangka tetangga tersebut akan mewarisinya.”[11]
Hadits yang agung ini menunjukkan urgensi dan kedudukan tetangga dalam Islam. Tetangga memiliki kedudukan arti penting dan hak-hak yang harus diperhatikan setiap muslim. Sehingga dengan demikian konsep Islam sebagai rahmat untuk alam semesta dapat direalisasikan dan dirasakan oleh setiap manusia.
Islam telah berwasiat untuk memuliakan tetangga dan menjaga hak-haknya, bahkan Allah menyambung hak tetangga dengan ibadah dan tauhid-Nya serta berbuat bakti kepada kedua orang tua, anak yatim dan kerabat, sebagaimana firman-Nya:

* (#rßç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷ƒr& 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä `tB tb%Ÿ2 Zw$tFøƒèC #·qãsù ÇÌÏÈ
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. Annisaa’: 36)

Hal ini menunjukkan wasiat dengan tetangga tersebut meliputi penjagaan, berbuat baik kepadanya, tidak berbuat jahat dan mengganggunya, selalu bertanya tentang keadaannya dan memberikan kebaikan kepadanya. Ini semua adalah bentuk perhatian dan motivasi syariat dalam menjaga dan menunaikan hak-hak mereka. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan pelanggaran kehormatan tetangga sebagai salah satu dosa terbesar dalam sabdanya ketika ditanya:
Dosa apa yang terbesar di sisi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Menjadikan sekutu tandingan Allah, padahal Allah yang menciptakanmu.” Saya (Ibnu Mas’ud) bertanya: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Kemudian membunuh anakmu karena khawatir dia makan bersamamu” lalu saya bertanya lagi: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Berzina dengan istri tetanggamu.”[12]

C.    Hak-Hak Tetangga
           Telah jelas tetangga memiliki hak yang besar dan kedudukan yang tinggi dalam islam. Hak-hak mereka kalau dirinci akan sangat banyak sekali, akan tetapi semuanya dapat dikembalikan kepada empat hak yaitu:
Pertama, berbuat baik (ihsan) kepada mereka.
Berbuat baik dalam segala sesuatu adalah karakteristik islam, demikian juga pada tetangga. Imam Al Marwazi meriwayatkan dari Al Hasan Al Bashriy pernyataan beliau: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.” Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Sebaik-baiknya sahabat di sisi Allah adalah yang paling baik kepada sahabatnya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik pada tetangganya.”[13]
Di antara ihsan kepada tetangga adalah memuliakannya. Sikap ini menjadi salah satu tanda kesempurnaan iman seorang muslim.Di antara bentuk ihsan yang lainnya adalah ta’ziyah ketika mereka mendapat musibah, mengucapkan selamat ketika mendapat kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit, memulai salam dan bermuka manis ketika bertemu dengannya dan membantu membimbingnya kepada hal-hal yang bermanfaat dunia akhirat serta memberi mereka hadiah. Aisyah radhiallahu ‘anha bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah saya memiliki dua tetangga lalu kepada siapa dari keduanya aku memberi hadiah? Beliau menjawab: kepada yang pintunya paling dekat kepadamu.”[14]

Kedua, sabar menghadapi gangguan tetangga.
Ini adalah hak kedua untuk tetangga yang berhubungan erat dengan yang pertama dan menjadi penyempurnanya. Hal ini dilakukan dengan memaafkan kesalahan dan perbuatan jelek mereka, khususnya kesalahan yang tidak disengaja atau sudah dia sesali kejadiannya. Hasan Al Bashri berkata: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.” Sebagian ulama berkata: “Kesempurnaan berbuat baik kepada tetangga ada pada empat hal, (1) senang dan bahagia dengan apa yang dimilikinya, (2) Tidak tamak untuk memiliki apa yang dimilikinya, (3) Mencegah gangguan darinya, (4) Bersabar dari gangguannya.”

Ketiga, menjaga dan memelihara tetangga.
Imam Ibnu Abi Jamroh berkata: “Menjaga tetangga termasuk kesempurnaan iman. Orang jahiliyah dahulu sangat menjaga hal ini dan melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan memberikan beraneka ragam kebaikan sesuai kemampuan; seperti hadiah, salam, muka manis ketika bertemu, membantu memenuhi kebutuhan mereka, menahan sebab-sebab yang mengganggu mereka dengan segala macamnya baik jasmani atau maknawi. Apalagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meniadakan iman dari orang yang selalu mengganggu tetangganya. Ini merupakan ungkapan tegas yang mengisyaratkan besarnya hak tetangga dan mengganggunya termasuk dosa besar.”

Keempat, tidak mengganggu tetangga.
Telah dijelaskan di atas akan kedudukan tetangga yang tinggi dan hak-haknya terjaga dalam islam. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan dengan keras upaya mengganggu tetangga, sebagaimana dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
 “Tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman mereka bertanya: siapakah itu wahai Rasulullah beliau menjawab: orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.” (HR. Bukhori)

Demikian juga dalam hadits yang lain beliau bersabda:

 “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah mengganggu tetangganya.”








BAB III
PENUTUP
A.    kesimpulan
Demikianlah besarnya hak tetangga yang terkadang kurang kita perhatikan, padahal demikian besar dan pentingnya bagi kehidupan seorang muslim dalam bermasyarakat. Oleh karena itu marilah kita perbaiki kehidupan kita dengan takwa dan iman sehingga kita dapat mencapai kemuliaan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Baik siapapun tetangga tersebut. Yang lebih dekat, dia lebih berhak. Dan termasuk perkara yang disayangkan, sebagian orang sekarang ini berbuat buruk kepada tetangga lebih daripada kejelekan mereka kepada yang lainnya. Sehingga engkau mendapatinya melampaui batas terhadap tetangganya dengan mengambil sebagian hak miliknya dan juga dengan membuatnya gelisah. Para ulama ahli fiqih –rahimahumullah- telah menyebutkan pada akhir bab ash-shulhu sedikit tentang hukum-hukum bertetangga, silahkan engkau mengeceknya.












DAFTAR PUSTAKA

Risalah ilal Jaar (Riyadh: Dar Ibnu Khuzaimah)
Shahih. HR. Al-Bukhari 6019 dan Muslim 48.

Shahih. Muslim 2625.
Shahih. HR. Al-Bukhari 6014, 6015 dan Muslim 2624.
Shahih. HR. Al-Bukhari 6016.

Hal ini disampaikan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha, Azzuhri dan Al Auzaa’i.

Hal ini disampaikan oleh imam Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu.

Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, Hafidzahmad Ibn ‘Alii Ibn Hajar Al Atsqalani. Daar Ibn Jauzii,Al Qaahra.

Terjemah Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Team Ahli Tafsir Dibawah Pengawasan Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri,Pustaka Ibnu Katsir, Bogor.
Tuntunan Praktis Berqurban ,Al Furqon edisi 4 th. Ke 71428/207,. (dengan sedikit perubahan)
Al Bukhari dalam Shohih-nya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar no. 6014
HR. Bukhori no. 4389, 6354 dan 6978
HR.Turmudzi no:1944
Al Bukhari dalam Shohih-nya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar no. 6014



[1] Risalah ilal Jaar (Riyadh: Dar Ibnu Khuzaimah)
[2] Shahih. HR. Al-Bukhari 6019 dan Muslim 48.

[3] Shahih. Muslim 2625.
[4] Shahih. HR. Al-Bukhari 6014, 6015 dan Muslim 2624.

[5] Shahih. HR. Al-Bukhari 6016.

[6] Hal ini disampaikan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha, Azzuhri dan Al Auzaa’i.

[7] Hal ini disampaikan oleh imam Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu.
[8] Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, Hafidzahmad Ibn ‘Alii Ibn Hajar Al Atsqalani. Daar Ibn Jauzii,Al Qaahra.
[9] Terjemah Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Team Ahli Tafsir Dibawah Pengawasan Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri,Pustaka Ibnu Katsir, Bogor.
[10] Tuntunan Praktis Berqurban ,Al Furqon edisi 4 th. Ke 71428/207,. (dengan sedikit perubahan)

[11] Al Bukhari dalam Shohih-nya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar no. 6014
[12] HR. Bukhori no. 4389, 6354 dan 6978
[13] HR.Turmudzi no:1944

[14] Al Bukhari dalam Shohih-nya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar no. 6014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar